Dari dua tahun masa pelatihan, hanya 17 dari 60 orang yang lulus dan mendapat senjata Winchester model 70.
Seperti dikutip majalah Angkasa dan Shooting Times, Winchester 70 yang disebut "Bolt-action Rifle of the Century" ini juga digunakan sniper legendaris Marinir AS, Carlos Hathcock, saat perang Vietnam. Senjata ini memiliki keakuratan sasaran hingga 900 meter.
Rupanya senjata dan ilmu yang diperoleh dari pasukan elite Amerika Serikat ini membantu Tatang dalam pertempuran. Sebab, setelah itu, Tatang ditarik Kolonel Edi Sudrajat, Komandan Pusat Pendidikan Infanteri (Pusdiktif) Cimahi, menjadi pengawal pribadi sekaligus sniper saat terjun ke medan perang di Timor Timur (1977-1978).
Ada dua tugas rahasia yang disematkan pada dua sniper saat itu (Tatang dan Ginting). Pertama, melumpuhkan empat kekuatan musuh, yaitu sniper, komandan, pemegang radio, dan anggota pembawa senjata otomatis.
Kedua, menjadi intelijen. Intinya masuk ke jantung pertahanan, melihat kondisi medan, dan melaporkannya ke atasan yang menyusun strategi perang.
Bahkan, ada kalanya sniper ditugaskan untuk mengacaukan pertahanan lawan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi jatuhnya korban.
"Lawan kita itu Pasukan Fretilin yang tahu persis medan di Timtim. Mereka pun punya kemampuan gerilya yang hebat, makanya Indonesia menurunkan sniper untuk mengurangi jumlah korban," ujarnya.
Selamat karena Merah Putih
Pada suatu hari, Tatang ditugaskan masuk ke jantung pertahanan lawan. Tanpa disadari, Tatang berada di tengah kepungan lawan. Ada 30 orang bersenjata lengkap di sekelilingnya.
Tatang terperangkap dan tak bisa bergerak sama sekali. Dalam pikirannya hanya ada satu bayangan, kematian. Namun, sebelum mati, ia harus membunuh komandannya terlebih dahulu.
"Posisi komandannya sudah saya kunci dari pukul 10.00 WIB. Tapi, saya juga ingin selamat, makanya saya menunggu saat yang tepat. Hingga pukul 17.00 WIB, komandan itu pergi ke bawah dan saya tembak kepalanya," tuturnya.
Namun, ternyata, di bawah jumlah pasukan tak kalah banyak. Tatang dihujani peluru dan terkena dua pantulan peluru yang sebelumnya mengenai pohon.
"Darah mengalir deras hingga sudah sangat lengket. Tapi, saya tidak bergerak karena itu akan memicu lawan menembakkan senjatanya," ucapnya.
Tatang baru bisa bergerak malam hari. Ia mencoba mengikatkan tali bambu di kakinya. Dengan bantuan gunting kuku, dia mencongkel dua peluru yang bersarang di betisnya. Namun, darah tak juga berhenti mengalir. Ia pun melepas syal merah putih tempat menyimpan foto keluarga. Sambil berdoa, dia mengikatkan syal tersebut di kakinya.
"Saya memiliki prinsip, hidup mati bersama keluarga, minimal foto keluarga. Saya pun berdoa diberi keselamatan agar bisa melihat anak keempat saya yang masih dalam kandungan, lalu mengikatkan syal merah putih. Ternyata, darah berhenti mengalir. Merah putih menjadi penolong saya," ungkapnya.
Selama empat kali masuk ke medan perang, Tatang mengatakan, pelurunya telah membunuh 80 orang. Bahkan, dalam aksi pertamanya, dari 50 peluru, 49 peluru berhasil menghujam musuh.
Satu peluru sengaja disisakannya. Ini untuk memenuhi prinsip seorang sniper yang pantang menyerah. Sebagai seorang sniper, dalam keadaan terdesak, dia akan membunuh dirinya sendiri dengan satu peluru tersebut.
Lewat kelihaiannya itulah, Tatang didaulat menjadi salah satu sniper terbaik dunia, seperti dituliskan dalam buku yang ditulis Brookesmith itu. Tatang mencetak rekor 41 di bawah Philip G Morgan (5 TH SFG (A) MACV-SOG) dengan rekor 53 dan Tom Ferran (USMC) dengan rekor 41. Tatang memperoleh rekor tersebut dalam perang di Timor Timur pada 1977-1978.
Tak Menyesal Jadi Tentara
Suara mesin jahit terdengar sayup dari ruang keluarga. Tidak lebih dari 15 menit, suara tersebut hilang, beriringan dengan kemunculan seorang perempuan setengah baya dari balik pintu ruangan tersebut.
"Silakan diminum. Maaf seadanya," ujar Tati Hayati, istri Tatang Koswara (68), salah satu sniper (penembak jitu) terbaik dunia, di kediamannya di kawasan Cibaduyut, Bandung, Senin (2/3/2014).
Tati mengatakan, sejak menikah dengan Tatang pada 1968, ia sudah terbiasa hidup sederhana. Misalnya dalam hal pakaian. Untuk pakaian keluarganya, ia jarang membeli baju. Biasanya ia membeli kain kiloan di Cigondewah atau Pasar Baru, Bandung, untuk kemudian dijahit.
"Pakaian untuk dipakai sendiri saja, tidak untuk dijual," ucapnya sambil tersenyum.
Tatang menuturkan, kepandaian Tati dalam menjahit telah membantu perekonomian keluarga. Dengan menjahit, ada nilai ekonomi yang bisa dihemat. Tati mencontohkan, ia beberapa waktu lalu melihat pakaian berharga Rp 300.000 di toko. Meski memiliki uang dengan jumlah tersebut, Tatang tidak membelinya. Ia mengantar sang istri mencari kain kiloan dan menjahitnya.
Hidup sederhana memang sudah diterapkan Tatang dan Tati sejak membina rumah tangga. Bahkan, bagi Tatang, ketika dirinya menyatakan bergabung ke TNI, bayangan hidup sebagai orang kaya tak pernah terlintas sedikit pun karena menjadi TNI seperti burung yang diberi makan (gaji) tepat pada waktunya.
"Menjadi TNI tidak akan kelaparan, tetapi tidak akan kaya. Saya sudah siap dengan itu. Makanya, saat akan menikah, saya bertanya kepada istri apa siap hidup sederhana dan mungkin pas-pasan. Ternyata istri saya mau," imbuhnya.
Begitupun saat kali pertama ia menyerahkan gaji ke istrinya. Saat itu, Tatang berpesan agar Tati pintar dalam mengelola keuangan yang seadanya. Namun, tanpa diberi tahu, sang istri pintar dalam mengelola keuangan. Pengalamannya di Persatuan Istri Prajurit (Persit) memberi banyak keahlian.
"Istri saya ini pintar memasak apa pun. Mau makanan Padang, Madura, Sunda, atau apa pun. Ini semua belajar dari Persit," tuturnya.
Karena kelihaiannya tersebut, ia dan sang istri pernah berbisnis katering untuk pabrik. Pegawai pabrik menyukai masakan sang istri. Selain karena enak, menu yang ditawarkan beragam. Misalnya, hari Senin makanan Sunda, lalu Selasa makanan Padang, Rabu makanan Madura, dan seterusnya.
Namun, kini ia dan istrinya hanya menjalankan bisnis rumah makan di Kodiklat TNI AD Bandung. Di rumah makan berukuran 4 x 3 meter yang berada di dalam Pujasera Serdadu tersebut, Tatang dan istrinya bahu-membahu menjalankan bisnisnya. Kini, setelah divonis penyakit jantung, usaha rumah makan tersebut dilanjutkan oleh anaknya.
Tatang mengatakan, suka duka menjadi tentara yang mengabdikan hidup hanya bagi negara menjadi bagian hidupnya sehari-hari. Namun, ia tidak pernah menyesal menjadi tentara. Bahkan, ia merasa bangga, apalagi ketika ia berhasil membesarkan keempat anaknya dengan baik. Bahkan, anak laki-lakinya kini menjadi pengacara.
"Anak saya enggak ada yang jadi tentara. Ada sih menantu saya yang jadi tentara. Satu mantu lagi seorang arsitek," tutupnya menceritakan buah dari kehidupan sederhananya.(*)
0 Response to "TERNYATA!!..Beginilah Kisah Hidup Tatang Koswara, Sang Sniper Terbaik Dunia, Bikin Netizen Terharu"
Posting Komentar